Blog
Menghadapi Fenomena Gamer Anak, Ini SOP Parenting dari Allah Kamis 10 Februari 2022
- February 15, 2022
- Posted by: admin
- Category: News

Menghadapi Fenomena Gamer Anak, Ini SOP Parenting dari Allah, laporan Sayyidah Nuriyah, Kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – SOP Tips Parenting dari Allah. Dokter Aisah Dahlan CHt CMNLP menegaskan, cara mengondisikan anak bermain gagdet (gawai) yaitu dengan bermusyawarah.
Dalam bermusyawarah, kata Aisah Dahlan, Allah memberikan SOP (standard operating procedure) berupa sikap lemah lembut sebagaimana dalam Ali Imran 159. “Mohon ampunkan dulu, maafkan dulu, baru bermusyawarah!” imbuhnya saat menjelaskan makna surat tersebut.
Dengan lemah lembut, dr Aisah mencontohkan cara membuka musyawarah. “Nak, bunda lihat kamu kemarin mainnya sudah kebablasan,” ujarnya.
Lalu dia menganjurkan orangtua bertanya penyebabnya. “Main apa sih? Nonton apa? Ceritanya apa? Seru ya?” imbuhnya.
Dia lantas mencontohkan ketika orangtua menawarkan jalan keluar, “Kamu mainnya setengah jam aja.”
Jika anak menawar, maka dia menyarankan orangtua memberitahu berbagai dampak penggunaan gawai hingga orangtua-anak sepakat solusinya. Misal, akhirnya sepakat anak boleh main game online selama1,5 jam.
Masalahnya, setelah itu biasanya orangtua berprasangka, “Lihat aja paling besok sampai tiga jam.”
Padahal, masih dalam ayat yang sama, Allah menganjurkan untuk bertawakkal kepada-Nya. “Minta rahmat Allah. Yang penting sudah melakukan SOP ini! Ini tips parenting dari Allah langsung,” tegasnya saat hadir di kajian Islamic Parenting Ikwam Berlian School (18/1/22) via Zoom yang didukung Spemdalas itu.
Kata dia, musyawarah ini tidak dilakukan sekali saja, tapi perlu berkali-kali. Begitupula dengan iringan doa yang orangtua panjatkan setiap hari.

Kecerdasan Spesial Gamer
Dalam sesi tanya jawab, dr Aisah kembali menegaskan pentingnya musyawarah. Yakni saat menjawab pertanyaan Nur Laila—ibu Rey Rosyaila Roxanne Rosyadi kelas III Qatar.
Awalnya, Nur Laila mengajukan kasus orangtua yang mendukung anaknya hobi main game online. “Akhirnya anak menjadi gamer yang hampir seluruh waktunya untuk main game. Sampai akhirnya menghasilkan cuan dari hobinya,”
“Sedangkan orangtuanya mendukung. Adik-adiknya juga candu dengan gadget. Orangtua membiarkan saja dengan alasan tidak mau marah dengan anak,” tulisnya di kolom komentar.
Menanggapi kasus itu, Aisah Dahlan memahami kini ada fenomena anak menjadi gamer dan menghasilkan cuan. Bahkan, game online di era digital ini sudah ada pertandingannya, mulai tingkat lokal sampai internasional. “Karena menghargai bakatnya!” imbuh dr Aisah.
Kalau zaman dulu, kata dr Aisah, adanya permainan tradisional seperti layang-layang karena belum masuk era digital. Tapi, sekarang pun, tidak semua anak bisa menjadi gamer. “Orang gamer bukan sekadar dia suka main game, bukan!” tegasnya.
Sebab, memang ada bakat di otak gamer. Yaitu gabungan kecerdasan visual-spasial, kinestetik, dan logis-matematik. Jika tiga kecerdasan tersebut memang menonjol pada anak dan orangtua mendukungnya menjadi gamer, menurut Aisah itu pilihan yang tepat. Artinya, orangtua—dengan kesadaran tinggi—mendukung hobi yang sesuai bakat anak.
Kalau orangtua membiarkan saja anak banyak bermain game dengan alasan tidak mau marah dengan anak, Aisah Dahlan menegaskan ini keliru. Alasan ini bukan wujud dukungan orangtua yang tepat. “Memang marahnya dilarang, tapi musyawarah boleh!” jelas dia. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni