Blog
Aisah Dahlan: Orangtua Harus Cerdas Dampingi Anak Bergadget
- February 2, 2022
- Posted by: admin
- Category: News

Aisah Dahlan: Orangtua Harus Cerdas Dampingi Anak Bergadget, laporan Fatma Hajar Islamiyah, kontributor PWMU.CO Gresik.
PWMU.CO – Aisah Dahlan: Orangtua Harus Cerdas Dampingi Anak Bergadget. Dokter dan praktisi neuroparenting skill dr Aisah Dahlan CHt CMNLP membahasnya di kajian Islamic Parenting, Jumat (28/1/22).
Kajian rutin tahunan yang digelar Ikatan Wali Murid (Ikwam) Berlian School itu kali ini berlangsung virtual lewat Zoom. Selain itu, juga disiarkan langsung via YouTube Admin Berlian.
Lebih dari 800 peserta hadir secara virtual dan berasal dari berbagai kota di Indonesia. Bahkan lima orang di antaranya mengikuti kajian tersebut dari Australia.
Pengaruh Lingkungan
Aisah Dahlan menerangkan, lingkungan mempengaruhi tubuh manusia, baik saat di dalam rahim, lahir, kanak-kanak hingga dewasa. “Karena otak bisa merekam semua hal yang terjadi di sekitar kita, termasuk perubahan zaman,” tambahnya.
Sehingga lingkungan memiliki peran aktif dalam membentuk life style individu. Dalam hal ini orangtua harus mengarahkan dan memberikan lingkungan yang positif bagi tumbuh kembang anak.
“Orangtua harus cerdas karena memang ini kondisinya era digital.” – dr Aisah.
Aisah menjelaskan, era digital harus disikapi dengan cerdas. Utamanya oleh orangtua dalam mendidik dan mengasuh anak. “Era digital menjadi bagian dari proses zaman yang harus diimbangi dengan respon yang cerdas dan inovatif,” imbaunya.
Dinamika Teknologi
Aisah Dahlan menyampaikan, munculnya dinamika dalam bidang teknologi sudah terjadi sejak lama. “Jika kita belajar zaman, maka harus mundur!” tegasnya.
Dia lantas mengajak peserta mundur jauh, memahami era alfabet dimana para filsuf berspekulasi bahwa cara komunikasi gaya baru akan berpengaruh negatif terhadap daya ingat anak.
Ia menjabarkan, pada masa kemunculan penemuan alfabet juga tidak semerta-merta dapat diterima. Muncul anggapan para filsuf bahwa alfabet menjadi penyebab kemunduran daya ingat, karena orang lebih memilih menulisnya daripada mengingatnya.
“Manusia beralih dari budaya lisan ke tulisan. Dari ABCD ke kata, ke kalimat, akhirnya apa-apa membaca tulisan,” terangnya.
Filsuf Plato yang terkenal itu—-dalam bukunya berjudul Phaedrus—marah karena generasi muda menemukan tulisan. “Karena penemuan anda alfabet (tulisan) akan menciptakan lupa di jiwa para pelajar, sebab mereka tidak akan menggunakan ingatan mereka,” lanjutnya.
Sebagaimana teknologi yang berkembang kini, alfabet pernah menjadi satu penemuan yang dianggap merusak generasi. “Mereka akan mempercayai huruf-huruf yang ditulis di luar dan tidak mengingat sendiri,” ujarnya membacakan tulisan Plato.
Tapi setelah Plato belajar, lanjut Aisah, Plato justru menulis terus. “Hingga sekarang masih dapat dibaca tulisannya Plato. Tulisan menjadi memori untuk dibaca oleh orang lain,” jelasnya.
Kemudian, dia menerangkan ketika teknologi semakin berkembang. “Muncul telepon, mesin ketik, televisi dan kini gadget,” urainya.
Seiring perjalanan waktu, lanjutnya, ditemukan teknologi-teknologi baru yang memudahkan aktivitas manusia. Dengan implementasi yang tepat, dapat dimaksimalkan manfaat dan diminimalisir dampak negatifnya.

Pengaruh Dinamika Teknologi dan Pola Hidup
Aisah Dahlan pun mengajak peserta bernostalgia dengan kondisi teknologi zaman dulu. “Dulu televisi kalau rusak dipukul nyala lagi. Pada masa yang sama dulu juga begitu, anak dipukul bisa betul. Sekarang gabisa lagi!” tegas Aisah.
Ia kemudian memaparkan bagaimana relevansi teknologi dan pola hidup manusia.
“Otak anak kita terlihat dari teknologi yang berkembang saat itu. Sekarang mana ada televisi dipukul jadi betul, tapi tambah rusak. Sama dengan generasinya, jangan dipukul tambah rusak” ujarnya,
Karenanya, orangtua harus cerdas dalam pendidikan anak. Cara-cara mendidik yang tidak relevan seperti memukul, sebaiknya tidak lagi digunakan dalam praktik pendidikan. Karena sudah tidak sesuai dengan zaman.
“Dulu generasi generasi X bermain permainan non digital atau analog terasa menyenangkan. Kalau sekarang (di era permainan digital) yang dapat dilakukan orangtua adalah menyediakan permainan-permainan analog. Dan dampingi anak memainkan itu untuk balancing permainan digital,” ujarnya.
Dalam situasi di mana permainan modern berbasis teknologi digital, kata dr Aisah, orangtua dapat melakukan upaya penyeimbang agar anak tetap kaya keterampilan. Tapi juga tidak tertinggal perkembangan teknologi, pun juga memiliki keterampilan dalam permainan analog.
“Era ini orangtua haru peka, supaya bisa berada di tengah. Tidak kolot dan tidak begitu saja membiarkan,” tambahnya.
Dia menegaskan, era digital bukan perihal siap dan belum siap. Tetapi menjadi konsekuensi untuk menguasai dan mengendalikan teknologi dengan baik dan benar. Tujuannya, agar memberi manfaat yang sebesar-besarnya.
Dampak Perkembangan Teknologi
Dokter Aisah menyatakan, teknologi juga memiliki dampak positif dan negatif. Ada enam dampak positif perkembangan teknologi yang dia paparkan.
Pertama, lebih mudah dan cepat untuk mengakses informasi. Kedua, mempermudah proses pekerjaan. Ketiga, muncul media digital sebagai sumber pengetahuan dan informasi.
Selain itu, pengembangan dan pemanfaatan teknologi meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di samping itu, muncul berbagai sumber belajar online. Terkahir, muncul berbagai toko online yang memudahkan pembelian barang yang dibutuhkan.
Sedangkan dampak negatif perkembangan teknologi yaitu ancaman pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual. “Karena akses data yang mudah dan menyebabkan plagiaris akan melakukan kecurangan,” ujarnya.
Kedua, ada ancaman terjadinya pikiran pintas. “Anak-anak terbiasa berpikir pendek dan hanya mau membaca yang ringkas,” terangnya.
Ketiga, ancaman penyalahgunaan pengetahuan untuk melakukan tindak pidana. Selain itu, tidak mengefektifkan teknologi informasi sebagai media atau sarana belajar.
“Misalnya sudah mendownload e-book, tetapi kemudian mencetaknya, dimana trend era digital adalah paper less,” imbuhnya.
Di antara dampak tersebut, dr Aisah mengimbau orangtua harus cerdas dalam mengawasi anak, namun juga perlu bijaksana agar anak tetap terbuka.
Dengan demikian, orangtua tahu bagian teknologi mana yang anak sedang manfaatkan. Kemudian, orangtua dapat mengarahkan dan memaksimalkan penggunaannya ke arah yang positif. (*)